Petrus Aburuhan. Ya, itu nama lengkapnya. Atau lebih dikenal dengan
panggilan Pak Abu. Beliau adalah seorang Kepala sekolah SD Xaverius 13
Tanjung Sakti- Lahat- Sumsel, pada saat saya menjadi murid disana.
Sosok seorang yang bersahaja dan tatapannya tajam jauh kedepan. Itu
yang sungguh berkesan dalam ingatan saya tentang dirinya.
Tetapi,
jauh dari hanya sekedar ingatan, ada banyak pelajaran berharga yang
bisa didapat selama menjadi anak didiknya. Hanya saja...., ini baru
saya sadari dalam beberapa tahun terakhir belakangan ini. Hehe...,
Maafkan muridmu ini Pak Abu...
( Saya masih menjadi muridnya lho..., bukan mantan )
Apa saja pelajaran berharga itu ?
Walau
usia tak lagi muda kala itu, tapi masih terlihat jelas, bahwa Beliau
masih memiliki "energy" untuk berbuat baik kepada banyak orang.
Berjalan kaki kurang lebih 1,5 km dari rumah tempat tinggalnya menuju
Sekolah, tentu saja butuh tenaga. Disitu bisa kita lihat semangat "The
Headmaster" untuk menjadikan murid-muridnya orang terdidik,ini patut
kita teladani.
Tak hanya berhenti disitu, Pak Abu juga sangat peduli
akan lingkungan. Tak heran jika SD Xaverius kala itu banyak terdapat
tanaman - tanaman hijau.
Pernah suatu ketika, Pak Abu terlihat
begitu gusar dan marah. Betapa tidak, pohon yang tumbuh hijau berdiri
tegak di depan kantor sekolah, saat itu terlihat telanjang karena
sebagian kulit dari pohon tersebut telah sengaja dirusak oleh murid
yang bisa dikatakan, kenakalannya itu karena belum mengerti akan arti
pentingnya alam sekitar. Dalam upacara senin pagi, Beliau mengatakan,
bahwa "HATINYA MENANGIS MELIHAT ITU". Sebuah penyampaian amarah yang
bijak menurut saya.
Jadi, dalam pikiran saya, jauh sebelum isu
Global Warming atupun Go Green yang saat ini berkembang menjadi trend,
Pak Abu telah memulainya dengan tindakkan nyata lebih awal. Hebat
bukan...?
Hemm.. Think Globally, Act Locally....
Yuk... Kita-kita yang melajutkannya..
Nah, ini ada sedikit cerita lucu.
Kejadiannya pada saat saya masih duduk dibangku kelas 3 SD.
Entah
siapa yang punya ide waktu itu. Singkat cerita, saya dan teman - teman
(berlima) sepakat untuk tidak mengikuti upacara senin pagi. Semua
kompak sembunyi dikolong meja kelas 3 pada saat upacara berlangsung.
Sebetulnya tak ada yang bisa kami nikmati dari ulah konyol "Gank Kecil"
ini, kecuali hanya bisa diam sambil menahan rasa pegal karena harus
nongkrong dibawah meja. Ya... namanya juga masih anak-anak...
Beberapa
menit berlalu, tiba-tiba terdengar hardik seseorang. Yang tentu saja
kami sangat mengenal suara itu. Berdiri...! Berdiri...! Berdiri...! 3
kali sudah terdengar. Kamipun berdiri dengan rasa penuh katakutan ( ga
sampai pipis dicelana sih...)
Ternyata benar, Bapak Kepala Sekolah telah berdiri di pintu kelas dan siap menghukum.
Cerita
ini membuktikan, begitu perhatian Beliau kepada seluruh anak didiknya.
Ia sangat tahu bahwa sebagian kecil muridnya tak ada didalam barisan
upacara. Suatu tindakkan dan perhatian seorang kepala sekolah yang
jarang ditemukan di sekolah lain yang ada di Tanjung Sakti.
Karena
tulisan ini hanyalah untuk mengenang "The Headmaster" Bapak P.
Aburuhan. Dan juga untuk terima kasih saya terhadap Beliau akan
pelajaran2 berharga yang telah saya dapat, terutama tentang "Bagaimana
kita harus Mencintai Alam Sekitar", maka tentu tentulah tak ada
Epillogue atau kesimpulan akhir dari catatan ini. Mengenang dan
berterima kasih kepada orang yang telah memberi kita sebagian bahkan
banyak dari yang dimilikinya, hendaklah berlanjut tanpa sebuah kata
akhir.
Terima kasih Pak Abu. Tenang dan Damailah disisiNya.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar